Kajang berasal
dari bahasa kawi yang artinya penutup, atau kerudung. Kajang adalah salah satu
piranti upacara Pitra Yadnya, yaitu Pengabenan. Kajang ini terbuat dari
selembar kain putih dengan panjang kurang lebih satu setengah meter (3 hasta).
Dalam lembaran kain tersebut ditulisi dengan gambar-gambar tertentu dan
aksara-aksara modre yang memiliki nilai-nilai magis sebagai simbol kelepasan.
Dalam membuat kajang ini, tidak sembarang orang boleh membuatnya, biasanya
orang yang berhak membuat adalah Sang Sulinggih (dwijati) , orang yang
ditunjuk/mendapat anugrah dari Sulinggih untuk nyurat kajang, atau pemangku
kawitan. Cerita awal tentang kajang ini terdapat dalam Kakawin Bharatayudha,
diceritakan dalam kakawin tersebut Dewi Hidimbi meminta sebuah kerudung kepada
Dewi Drupadi untuk menutup diri dalam perjalanan yang panas untuk menemui nenek
moyang (leluhur) agar tidak mendapat rintangan dalam perjalannya menuju Swarga.
Dalam kisah ini tersirat nilai yang sangat mendalam tentang fungsi, dan makna
penggunaan kajang dalam upacara ngaben.
Kajang ini sesungguhnya ada dua macam, yaitu :
Kajang ini sesungguhnya ada dua macam, yaitu :
Kajang Siwa
Kajang
Siwa adalah kajang yang diperoleh dari Sang Sulinggih (Pedanda, Sri Empu,
Dukuh, Bhagawan, dll) yang muput upacara bersangkutan.
Kajang Kawitan
Kajang
Kawitan adalah kajang yang diperoleh dengan cara nunas kepada Bhatara Kawitan,
di Pura Kawitan warga masing-masing. Kajang Kawitan ini akan berbeda antar
setiap soroh/clan, seperti misalnya Kajang Pasek yang ada di gambar di atas,
dan Kajang Pande yang ada di gambar dibawah.
Kajang
merupakan simbol atman yang dilukiskan dengan aksara dan gambar-gambar suci,
penggunaan kajang ini dalam upacara pengabenan adalah diletakkan diatas
jenazah/petinya seperti selimut. Sebelum dapat digunakan sesuai dengan nilai
spiritualnya harus dilaksanakan upacara Ngajum Kajang, mengenai upacara ini
akan diulas khusus pada artikel selanjutnya. Setelah selesai ngajum kajang
barulah kajang ini dinyatakan telah memiliki nilai spiritual atau daya magis,
pada saat pemberangkatan jenazah menuju kuburan (Setra/Patunon) kajang ini
diletakkan di atas jenazah yang diusung menggunakan wadah/bade, dan nantinya
akan dibakar bersama jenazah.
Kajang
memiliki nilai spiritual sebagai tanda restu dari sanak keluarga, Sang
Sulinggih, dan Bhatara Kawitan terhadap kepergian Sang Lina (mati) untuk
manunggal kepada Ida Sanghyang Widhi Wasa.
Identitas persaudaran di alam sana tidak ditentukan lagi oleh
kelahiran dari ibu yang sama, dadia yang sama, melainkan dari kajang kawitan
tersebut.
Identitas kajang kawitan yang mempersatukan kita nanti dengan
saudara-saudara kita.
Selain itu, kajang kawitan juga menuntun supaya orang kembali
ke hakikatnya.
Sekecil apapun upacara pengabenan, kajang menjadi sebuah
keharusan karena merupakan sebuah identitas.
AKSARA SUCI DI DALAM
KAJANG
Aksara suci yang ada dalam lukisan rerajahan kajang disebutkan adalah tanda legisigns,
karena secara konvensional memiliki bentuk dan makna tertentu, yang dalam
aktivitas sosial religius (upacara ngaben) berfungsi sebagai
simbol komunikasi, secaraimmanent dan transendental yang dipedomani oleh
masyarakat Hindu di Bali.
Bentuk
aksara suci pada kajang dibedakan menjadi empat, yaitu :
·
Bentuk, berdasarkan
kesejarahan aksara Bali (semua aksara suci tersebut tergolong
bulat/bundar);
·
Struktur aksara, aksara
suara, pengangge aksara suara, aksara pangangge aksara wyanjana);
·
saddasaksara;
·
Aksara sebagai singkatan;atau
berdasarkan tata letak/komposisi.
Beberapa
fungsi aksara suci kajang :
·
Fungsi referensial yaitu
fungsi bahasa yang mereferensikan objek sebagai acuan makna.
·
Fungsi emotif / ekspresif, yakni
mengekspresikan bahasa sesuai dengan keinginan seperti pembuat kajang (pendeta
/ sulinggih) dan pengguna
kajang (orang yang mengadakan upacara ngaben). Ada beberapa penggolongan kajang
masing-masing memiliki aksara suci sebagai ciri pembeda:
·
Kajang Brahmana,
·
Kajang Ksatrya,
·
Kajang Wesya,
·
Kajang Sudra,
·
Kajang Pasek,
·
Kajang Pande,
·
dll.
·
Fungsi metalinguistik merupakan
fungsi bahasa yang dikaitkan dengan faktior di luar bahasa, dalam aksara suci
tersebut secara metalinguistik fungsi bahasa dikaitkan dengan hakikat
kehidupan, manusia sesuai keyakinan umat Hindu di Bali. Terlihat dari aksara
suci yang dijadikan kode/sandi terkait dengan badan manusia (sarira kosha).
·
Fungsi magis,
yaitu aksara suci yang dikaitkan dengan sesuatu yang sakral (nama-nama dewa sebagai manifestasi Tuhan).
Makna akasara suci APK
meliputi:
·
Makna pemujaan kepada Tuhan:
·
Makna permohonan kepada Tuhan yaitu untuk
:
·
Untuk mencapai kesucian,
·
Mencapai kebahagiaan abadi,
·
Mendapat perlindungan Tuhan,
http://nirmalajati.blogspot.co.id/2014/07/kajang.html
Bila yg mau diabenkan sudah dibakar sebalumnya ( mekingsan ring gni) apakah harus juga pakai kajang? Suksme
BalasHapussuksma,
BalasHapusBecik pisan,suksma
BalasHapusmengapa ya bentuk kajang kita berbeda beda dan mengada ada kajang siwa ada juga kajang kawitan, suksma dumogi sami Rahayu
BalasHapus